Cari Blog Ini

Jumat, 13 April 2012

Imperialisme Budaya dalam Korean Style


 Oleh: Muhammad Saad*

Di era globalisasi, idolisasi dan mitosisasi terus dibangun untuk berbagai tujuan dan kepentingan. Arus besar Idolisasi dan mitosisasi Barat yang mengandung unsur-unsur “narkotikisme”, telah melibas nurani dan akal sehat, membuai banyak manusia dengan hiburan. (Dr. Adian Husaini)

Hadirnya artis Korea dalam blantika hiburan benar-benar telah membius dan menghipnotis sebagaian besar masyarakat Indonesia, terutama para remajanya. Mulai dari sinetron, lagu, bahkan pakaian dengan aksisorisnya menjadi kiblat bagi remaja yang mengidolakan. Inilah bentuk penjajahan model baru.

Hampir semua remaja kini menggandrungi dan cenderung mengikuti trend artis Korea. Mulai potongan rambut disasak tanpa aturan, mode busana ala  K-Pop Boy and Girl Band, sampai bahasa-pun, kian digandrungi. Bahkan yang ironis, karena saking inginnya untuk perfect dalam berbahasa Korea, seorang gadis fans berat Korean Style dari Inggris benama Rhiannon Brooksbank-Jones mengoprasi lidahnya.

Memang, ternyata ‘virus’ demam artis korea dengan K-pop-nya tidak hanya menyebar di Indonesia tapi telah menjalar ke Negara Eropa. Sebagimana yang telah dilansir VIVAnews, bahwasannya kesuksesan artis Korea terlebih dalam dunia tarik suara, tidak saja membooming di Asia, namun sudah menembus di Eropa. Hal ini terbukti dengan suksesnya konser lima band asal Korea Selatan di Le Zenith de Paris Concert Hall, Paris, Prancis yang digelar 10 Juni lalu.

Hegemoni Barat

Barat, bukan menunjukkan geografis, tapi peradaban. Korea, meski secara geografis berada di Timur, tapi budaya dan gaya hidup orang-orangnya meniru Barat. Maka, budaya mereka dapat disebut budaya Barat. Bicara tentang keberhasilan dunia intertainment Korea, tentunya yang dimaksud adalah Korea Selatan yang negaranya sangat pro Amerika. Tentulah tidak mengherankan jika yang mencuat, dan sedang naik daun dalam dunia intertainment adalah Korea Selatan, bukan Korea Utara. Media Barat, dalam hal ini AS, sangat berjasa dalam memboomingkan artis-artis Negri Ginseng tersebut.

Bukan tanpa maksud, media Barat telah mendesain untuk mempopulerkan artis Korea dengan K-Pop, sinetron dan fashionnya. Tidak ada makan siang geratis bagi Barat dalam setiap memberikan bantuan jasa kepada negara lain. Ada misi tertentu yang bisa menghasilkan keuntungan bagi peradaban Barat dan Amerika pada khususnya. Penulis tidak bermaksud membahas keuntungan apa yang diperoleh Barat terhadap Gelombang Korean Style, namun lebih menfokuskan kepada bahaya apa yang dibawa fenomena ini.

Menurut Dr Adian Husaini, peneliti INSIST, maraknya idolasisasi terhadap hiburan import ( dalam hal ini Korea), merupakan sebuah bukti bahwa betapa kuat arus globalisasi dalam bidang hiburan, yang mana globalisasi mengarah pada “imperialisme Budaya” Barat terhadap budaya lain.

Inilah yang kemudian disebut dengan hegemoni Barat. Hegemoni adalah mengendalikan negara bawahannya melalui  imperialisme budaya, misalnya bahasa (lingua franca penguasa) dan birokrasi (sosial, ekonomi, pendidikan, pemerintahan), untuk memformalkan dominasinya. Hal ini membuat kekuasaan tidak bergantung pada seseorang, melainkan pada aturan tindakan.

Menurut Antonio Gramsci bahwa dominasi Barat terhadap budaya di negara-negara berkembang, bertujuan untuk memaksa negara berkembang agar terpaksa mengadopsi budaya Barat. Sedangkan bagi Dr. Adian, salah satu misi dari hegemoni Barat terutama Amerika ialah mengekspor moderintas dan memprogandakan konsumerisme.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan hegemoni Barat terhadap bangsa lain adalah untuk melanggenkan dominasi peradabannya.

Budaya yang Merusak

Demam Korean style merupakan ancaman bagi generasi muslim. Karena, Korean style, mengajarkan budaya materialisme, hedonis dan jauh dari agama. Sehingga, hal ini bisa merusak sendi-sendi akhlak dan melalaikan prinsip-prinsip Agama.

Korean style sebagai produk Globalisasi dalam bidang Fun atau hiburan, telah mengikis akhlak umat Islam. Kehidupan borjuistis ala musik K-Pop, semangat hedonis dan matrealistis dalam alur cerita sinetronnya, serta pakian minim dalam model busananya, menggeser pola-pikir para penikmatnya. Hal itu kemudian menjadi gelombang trend besar-besaran seluruh masyarakat.

Tengok saja remaja muslim sekarang, dari penampilan sampai mindset, pelan tapi pasti telah berubah ala Korean style. Seolah tersihir dengan performance artis Korea, setiap hal baru yang datang dari mereka dianggap positif dan selalu up to date. Bahkan Minuman Wine (bir) beras khas Korea yang jelas-jelas haram, dikatakan baik dan menyehatkan meski agak memabukkan.

Jika dikaji dalam perspektif hukum Islam, gelombang Korean Style tidak saja mengikis akhlak umat Islam, tapi juga bisa telah mendekonstruksi keimanan. Hal ini disebabkan karena menjadikan idola artis Korea yang notabenenya adalah non-muslim bisa menyebabkan seorang muslim menjadi munafik.
Sebuah peringatan keras dalam al-Qur’an bagi mereka yang menjadikan idola selain orang Islam akan dibangsakan sebagai orang munafik. Firman Allah:
   

Artinya: Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.

Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan lafadz “auliya’” itu bermakna penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola.  Adanya rasa simpatik dan empatik dalam hati karena menjadikan penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola ghairul muslim, bisa menyebabkan lunturnya iman seseorang dan bisa mengkonversi dari mukmin menjadi munafiq.

Kelompok munafik adalah sejelek-jeleknya umat. Mereka lebih hina daripada orang kafir. Siksaan bagi munafikin-pun lebih pedih, bahkan mereka ditaruh di dasar neraka (inna al-munaafiqina fi al-darki al-asfal mi al-naar).

Oleh karenanya dalam QS. an-Nisaa’ 144, Allah melarang orang-orang beriman untuk mengidolakan orang-orang kafir. Karena hal itu sama saja dengan mengundang kemurkaan Allah yang siap dengan siksaan-Nya.  Firman Allah:

Artinya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). (Q.S. Al-Nisaa’. 144).

Ternyata virus gelombang Korean style bukan permasalahan sepele, bukan sekedar gandrung menikmati musik dan sinetronya semata. Disamping produk hegemoni Barat, lebih dari itu, gelombang Korean style telah membawah menjadi problem yang  serius bagi umat Islam. Yaitu problem yang menyebabkan dekadensi akhlak dan dekonsrtuksi aqidah.

Segenap kaum muslimin, mari kita rapatkan barisan, guna membentengi umat dari serangan ‘virus’ yang lahir dari globalisasi-modernisasi Barat. ‘Virus’ ini merupakan bentuk imperialisme budaya. Tradisi keislaman hendak diserang dengan budaya hedonis-sekular. Yang tanpa sadar, keberedaannya dapat menghapus nilai-nilai ajaran Agama. Serta memalingkan pengikutnya dan tidak akan kembali, bak anak panah terlepar dari busurnya. Wallahu ‘a’lam bi shawwab.

*Penulis adalah Alumni PP. Aqdamul Ulama’ Pasuruan, Mahasiswa Tingkat Akhir Sekolah Tinggi Uluwiyyah Mojokerto.