Cari Blog Ini

Sabtu, 03 Desember 2011

Relevansi Syaiat Islam




Oleh: M. Saad

1. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang Universal, mengatur dan menyelesaikan seluruh permasalahan ummatnya. Baik berhubungan dengan Sang khalik, maupun dengan sesama hambanya. Baik dengan sesama muslimnya, maupun dengan ghairul islam. Syariat Islam juga mengatur setiap sendi-sendi kehidupan pribadi manusia. Intinya Islam merupakan jalan hidup bagi penganutnya. Dan hal tersebut sudah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat Islam.
Baru pada abad 20 ini, terdengar suara-suara sumbang keluar dari tokoh-tokoh yang notabenenya adalah Islam, mengatakan hukum Islam sudah tidak relevan, bahkan sampai menafikan keberadaan syari’at Islam dengan memberi stereotip dari zaman Rosul SAW. Mereka mengatakan bahwa seorang figur Rosul tidak bisa diambil suri tauladanya, karena hanya beliaulah yang bisa meleksanakan dua peran tersebut, sebab beliau seorang Nabi sekaligus pemimpin Negara, artinya beliau seorang pembawa pesan-pesan tracedent sekaligus pemimpin dunia yang sekular. Setelah kewafatan Nabi, tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan beliau. Ada lagi yang mengatakan bahwasanya hukum-hukum positif yang dipakai dalam Islam pada zaman Rosulullah SAW adalah pengadopsian dari hukum-hukum Negara yang pernah berinteraksi dengan Islam. Seperti zakat, potong tangan, kasus rajam, potong badan secara silang, pembakaran manusia (dalam kasus sodomi), dan denda (diyat, yang diambil dari kodifikasi Nabatean dan Romawi), sholat warisan Nabi Dawud (dalam tradisi Judaic), yang dimodifikasi, dan dalam system ekonomi juga milik Romawi.

2. Syariat (ditinjau dari aspek iman)
Pada dasarnya syari’at Islam adalah suatu kewajiban bagi pengikutnya. hal itu banyak dilihat di dalam al-Qur’an. Pembangkangan atau keengganan kaum muslimin untuk melaksanakan syariat Islam adalah suatu yang aneh, alias tidak normal, ditinjau dari aspek teologis. Sebab begitu banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang mengaitkan langsung dengan soal Syari’at Islam dengan aspek keimanan . Sebutlah contoh , al-Qur’an surat al-Taubah ayat 31.

Artinya: “Mereka (kaum Yahudi-Nasrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.

Dalam tafsir Ibnu kastir membawakan hadist riwayat Imam Ahmad. Imam Turmudzi dan Ibnu Jarir dalam kitabnya “Tafsir al Qur’an al-Adzim”. Diriwayatkan dari sahabat ‘Adi bin Hatim ra. Bahwa dahulu kala ketika sampai kepadanya berita tentang dakwah Rasulullah SAW (tentang ajakan masuk Islam), maka ‘Adi yang pada waktu itu masih beragama Nashrani melarikan diri ke Syiria. Pada suatu peperangan, saudara perempuan ‘Adi dan sekelompok dari kaumnya tertawan kaum Muslimin. Kemudian oleh Rosulullah SAW memberikan anugrah pembebasan kepada saudara perempuan ‘Adi tersebut, dan dia pun pulang kerumah ‘Adi . Sesampainya di rumah ‘Adi (di Syiria) ia banyak menceritakan hal-hal yang menyenangkan tentang Islam, dan ia meminta kepada ‘Adi agar mau menghadap Rosulullah SAW. Maka ‘Adi pun berangkat menuju Madinah. Kedatangan ‘Adi di Madinah menjadi perbincangan dikalangan masyarakat Madinah. Sesampainya di Madinah, ‘Adi bertamu kepada Rosulullah SAW dengan mengenakan kalung salib dari perak, saat itu juga Rosulullah SAW membaca ayat: “Mereka (kaum Yahudi-Nasrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah” (QS, al-Taubah: 31). ‘Adi berkata: sungguh mereka tidak menyembah pendeta mereka”. Rosulullah SAW menjawab: “Ya, (akan tetapi) para pendeta itu telah mengharamkan atas kaumnya apa yang dihalalkan Allah SWT dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT, lalu kaumnya mengikuti ketetapan-ketetapan para pendeta tersebut. Yang demikian itulah merupakan penyembahan terhadap rahib/pendeta”. Singkat cerita, ‘Adi pada akhirnya mengikuti ajakan Nabi SAW masuk Islam.
Penafsiran ayat di atas memberikan suatu pemahaman kepada umat manusia, bahwa mengikuti hukum undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh manusia tanpa mengacu pada sumber otoritas dari Allah dan Rosul-Nya, bahkan bertentangan dengan kedua sumber tersebut, secara tersirat adalah sama halnya memposisikan dan memproklamirkan si pembuat undang-undang sebagai Tuhan dengan tindakanya mengambil alih “Hak otoritatif Allah SWT” dalam menetapkan hukum atau undang-undang untuk ummat manusia.

Masih banyak ayat-ayat yang menguatkan ayat di atas, salah satunya ialah QS al-Nisaa’: 65:
Artinya; “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Ibnu Katsir berhujjah: Allah SWT bersumpah dengan menyebut DzatNya Yang Maha Suci dalam ayatNya ini, bahwa sesungguhnya seseorang dinyatakan tidak beriman sehingga mendambakan hukum dari Rosulullah SAW dalam segala urusanya. Hukum yang sudah ditetapkan oleh Rosulullah SAW adalah kebenaran yang mutlak yang wajib diikuti dengan ketulusan sepenuhnya. (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, juz. 01, hlm. 520).
Masih menurut Ibnu Katsir, surat an-Nisaa’ ayat 65 diturunkan Allah berkenaan dengan peristiwa pertengkaran dua laki-laki di maa Nabi SAW.. Dikabarkan, keduanya menemui Nabi SAW., lalu beliau memutuskan tidak bersalah atas pihak yang benar. Pihak yang diputus bersalah oleh Nabi menyatakan menolak keputusan tersebut. Ia lalu mengajak menemui sahabat Abu Bakar ashSiddiq. Sahabat utama Nabi pun mengatkan agar mereka menerima keputusan Nabi SAW..Akan tetapi, pihak yang diputus bersalah, tetap tidak mau terima, dan mengajak untuk menemui Umar ibn al-Khathtab. Setelah mendengarkan penjelasan mereka, Umar r.a masuk ke dalam rumah dan kembali lagi dengan membawa pedang, lalu orang yang tidak mau menerima keputusan Rosulullah SAW tersebut ditebas lehernya. Kemudian turunlah firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat. 65. (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, juz. 02. hlm. 331-332) .

3. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya syaria’at Islam merupakan keharusan bagi semua ummat Islam. Tidak ada pengecualian dalam permberlakuan syara’ ini, apalagi penegasian, sebagaimana yang dilontarkan JIL dan kawan-kawan. Adapun mereka yang menyatakan bahwa Syari’at Islam tidak relevan, dengan berbagai argument. Seperti “negera Indonesia bukan Negara berazas Islam”, “hukum dalam Islam adalah adopsi dari hukum lain”, atau “atas nama HAM”. Semua itu adalah pesanan dari kelompok yang selama ini tidak suka, dan cenderung memusuhi Islam. Hal ini bukan sekedar asaumsi buta penulis, akan tetapi bedasarkan datadan fakta yang ada.
Banyak sekali buku-buku yang memuat data valid serta bertanggung jawab, yang menjelaskan tentang kebencian ghoiru al-Islam terhadap Islam. Seperti buku “Wajah Peradaban Islam”, karya Dr. Adian Husaini, “Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran”. Karya Dr. Syamsuddi Arief, atau ‘’Imperialisme Baru’’. Karya Dr. Nuim HIdayat, serta masih banyak lainnya. Wallahu ‘a’lam bi shawwa

1 komentar:

  1. Harrah's Casino, Tunica - JetXtra
    Harrah's 1xbet login Casino Tunica, Tunica 태백 출장안마 (MST), Tunica Resorts, Mississippi 여수 출장안마 Harrah's Casino, Tunica Resorts MS Resorts, Mississippi 777 안양 출장안마 Harrah's Rincon Way, Robinsonville, 광명 출장샵

    BalasHapus