Oleh: Muhammad Saad*
Di era globalisasi, idolisasi dan mitosisasi terus
dibangun untuk berbagai tujuan dan kepentingan. Arus besar Idolisasi dan
mitosisasi Barat yang mengandung unsur-unsur “narkotikisme”, telah melibas
nurani dan akal sehat, membuai banyak manusia dengan hiburan. (Dr. Adian Husaini)
Hadirnya
artis Korea dalam blantika hiburan benar-benar telah membius dan menghipnotis
sebagaian besar masyarakat Indonesia, terutama para remajanya. Mulai dari sinetron,
lagu, bahkan pakaian dengan aksisorisnya menjadi kiblat bagi remaja yang
mengidolakan. Inilah bentuk penjajahan model baru.
Hampir semua remaja kini
menggandrungi dan cenderung mengikuti trend artis Korea. Mulai potongan
rambut disasak tanpa aturan, mode busana ala K-Pop Boy and Girl Band, sampai bahasa-pun,
kian digandrungi. Bahkan yang ironis, karena saking inginnya untuk perfect
dalam berbahasa Korea, seorang gadis fans berat Korean Style dari
Inggris benama Rhiannon Brooksbank-Jones
mengoprasi lidahnya.
Memang, ternyata ‘virus’
demam artis korea dengan K-pop-nya tidak hanya menyebar di Indonesia
tapi telah menjalar ke Negara Eropa. Sebagimana yang telah dilansir VIVAnews,
bahwasannya kesuksesan artis Korea terlebih dalam dunia tarik suara, tidak saja
membooming di Asia, namun sudah menembus di Eropa. Hal ini terbukti dengan
suksesnya konser lima band asal Korea Selatan di Le Zenith de Paris Concert
Hall, Paris, Prancis yang digelar 10 Juni lalu.
Hegemoni Barat
Barat, bukan menunjukkan
geografis, tapi peradaban. Korea, meski secara geografis berada di Timur, tapi
budaya dan gaya hidup orang-orangnya meniru Barat. Maka, budaya mereka dapat
disebut budaya Barat. Bicara tentang keberhasilan dunia intertainment
Korea, tentunya yang dimaksud adalah Korea Selatan yang negaranya sangat pro
Amerika. Tentulah tidak mengherankan jika yang mencuat, dan sedang naik daun
dalam dunia intertainment adalah Korea Selatan, bukan Korea Utara. Media Barat,
dalam hal ini AS, sangat berjasa dalam memboomingkan artis-artis Negri
Ginseng tersebut.
Bukan tanpa maksud, media
Barat telah mendesain untuk mempopulerkan artis Korea dengan K-Pop,
sinetron dan fashionnya. Tidak ada makan siang geratis bagi Barat dalam setiap
memberikan bantuan jasa kepada negara lain. Ada misi tertentu yang bisa
menghasilkan keuntungan bagi peradaban Barat dan Amerika pada khususnya. Penulis
tidak bermaksud membahas keuntungan apa yang diperoleh Barat terhadap Gelombang
Korean Style, namun lebih menfokuskan kepada bahaya apa yang dibawa fenomena
ini.
Menurut Dr Adian Husaini,
peneliti INSIST, maraknya idolasisasi terhadap hiburan import ( dalam
hal ini Korea), merupakan sebuah bukti bahwa betapa kuat arus globalisasi dalam
bidang hiburan, yang mana globalisasi mengarah pada “imperialisme Budaya”
Barat terhadap budaya lain.
Inilah yang kemudian disebut dengan hegemoni
Barat. Hegemoni adalah
mengendalikan negara bawahannya melalui
imperialisme budaya, misalnya bahasa (lingua franca penguasa)
dan birokrasi (sosial,
ekonomi, pendidikan, pemerintahan), untuk memformalkan dominasinya. Hal ini
membuat kekuasaan tidak bergantung pada seseorang, melainkan pada aturan
tindakan.
Menurut Antonio
Gramsci bahwa dominasi Barat terhadap budaya di negara-negara berkembang,
bertujuan untuk memaksa negara berkembang agar terpaksa mengadopsi budaya
Barat. Sedangkan bagi Dr. Adian, salah satu misi dari hegemoni Barat
terutama Amerika ialah mengekspor moderintas dan memprogandakan konsumerisme.
Dari pernyataan di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan hegemoni Barat terhadap bangsa lain adalah untuk melanggenkan
dominasi peradabannya.
Budaya yang Merusak
Demam Korean style
merupakan ancaman bagi generasi muslim. Karena, Korean style, mengajarkan
budaya materialisme, hedonis dan jauh dari agama. Sehingga, hal ini bisa merusak
sendi-sendi akhlak dan melalaikan prinsip-prinsip Agama.
Korean style
sebagai produk Globalisasi dalam bidang Fun atau hiburan, telah
mengikis akhlak umat Islam. Kehidupan borjuistis ala musik K-Pop,
semangat hedonis dan matrealistis dalam alur cerita sinetronnya, serta pakian
minim dalam model busananya, menggeser pola-pikir para penikmatnya. Hal itu
kemudian menjadi gelombang trend besar-besaran seluruh masyarakat.
Tengok saja remaja muslim
sekarang, dari penampilan sampai mindset, pelan tapi pasti telah berubah
ala Korean style. Seolah tersihir dengan performance artis
Korea, setiap hal baru yang datang dari mereka dianggap positif dan selalu up
to date. Bahkan Minuman Wine (bir) beras khas Korea yang jelas-jelas
haram, dikatakan baik dan menyehatkan meski agak memabukkan.
Jika dikaji dalam
perspektif hukum Islam, gelombang Korean Style tidak saja mengikis
akhlak umat Islam, tapi juga bisa telah mendekonstruksi keimanan. Hal
ini disebabkan karena menjadikan idola artis Korea yang notabenenya adalah non-muslim
bisa menyebabkan seorang muslim menjadi munafik.
Sebuah peringatan keras
dalam al-Qur’an bagi mereka yang menjadikan idola selain orang Islam akan
dibangsakan sebagai orang munafik. Firman Allah:
Artinya: Kabarkanlah
kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman
penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan
di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
Menurut
Ibn Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan lafadz “auliya’” itu
bermakna penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola. Adanya rasa simpatik dan empatik
dalam hati karena menjadikan penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola
ghairul muslim, bisa menyebabkan lunturnya iman seseorang dan bisa
mengkonversi dari mukmin menjadi munafiq.
Kelompok
munafik adalah sejelek-jeleknya umat. Mereka lebih hina daripada orang kafir.
Siksaan bagi munafikin-pun lebih pedih, bahkan mereka ditaruh di dasar neraka (inna
al-munaafiqina fi al-darki al-asfal mi al-naar).
Oleh
karenanya dalam QS. an-Nisaa’ 144, Allah melarang orang-orang beriman
untuk mengidolakan orang-orang kafir. Karena hal itu sama saja dengan
mengundang kemurkaan Allah yang siap dengan siksaan-Nya. Firman Allah:
Artinya:Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). (Q.S.
Al-Nisaa’. 144).
Ternyata
virus gelombang Korean style bukan permasalahan sepele, bukan sekedar
gandrung menikmati musik dan sinetronya semata. Disamping produk hegemoni
Barat, lebih dari itu, gelombang Korean style telah membawah menjadi problem
yang serius bagi umat Islam. Yaitu
problem yang menyebabkan dekadensi akhlak dan dekonsrtuksi
aqidah.
Segenap
kaum muslimin, mari kita rapatkan barisan, guna membentengi umat dari serangan ‘virus’
yang lahir dari globalisasi-modernisasi Barat. ‘Virus’ ini merupakan
bentuk imperialisme budaya. Tradisi keislaman hendak diserang dengan budaya
hedonis-sekular. Yang tanpa sadar, keberedaannya dapat menghapus nilai-nilai
ajaran Agama. Serta memalingkan pengikutnya dan tidak akan kembali, bak anak
panah terlepar dari busurnya. Wallahu ‘a’lam bi shawwab.
*Penulis adalah Alumni PP. Aqdamul
Ulama’ Pasuruan, Mahasiswa Tingkat Akhir Sekolah Tinggi Uluwiyyah Mojokerto.